Ijarah (sewa menyewa) merupakan mekanisme syariat dalam mengelola lahan yang dimiliki oleh negara tau milik pribadi untuk disewakan (dikontrakkan). Perjanjian dalam kontrak menyewa lahan ini harus ditentukan jangka waktunya dan ditentukan secara spesifik keperluannya. Dalam masa kontrak lahan tersebut si pemilik kontrak tetap memiliki asset yang mereka (dia) bangun selama kontrak. Maka apabila kontrak berakhir, pengontrak tetap diperkenankan memiliki pohon yang telah ditanamnya atau bangunan yang dikembangkannya. Kecuali ada perjanjian sebelumnya dimana pengontrak dapat memindahtangankan bangunan dan pohon yang mereka tanam, si pemilik tanah dapat membongkar bangunan atau mencabut pohon yang ditanam di lahan tersebut di akhir periode kontrak jika pemilik tanah menghendaki, atau si pemilik tanah dapat membayar bangunan dan pohon yang ditanam tersebut.[1]
[1] Pasal 531. Kitab undang-undang hukum perdata Islam. Kitab ini merupaka terjemahan dari Majalla al-Ahkam al-Adaliyyah (The Ottoman Court Manual), diterjemahkan oleh H.A. Djazuli dkk. Kiblat Press Bandung 2002.
PT Al Ijarah Indonesia Finance menargetkan aset perseroan pada tahun ini menjadi Rp400 miliar atau naik 116% dibandingkan dengan aset tahun lalu sebesar Rp184,8 miliar.
Pengertian secara bahasa : “Menjual manfaat / kegunaan”. Sedangkan secara istilah : “Akad untuk mendapatkan manfaat dengan pembayaran”.
“Dan jika mereka telah menyusukan buat kamu, maka berilah upah kepada mereka“. (At-Tholak : 6).
“Salah satu dari keduanya berkata : Wahai ayahku, sewalah dia, sesungguhnya orang yang terbaik yang kau sewa adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (Al-Qoshos: 26)
“Berilah upah buruh sebelum kering keringatnya“. (H.R. Abu Ya’la, Ibnu Majah, Tabrani dan Tirmidzi).
“Sesungguhnya Rasululah SAW berbekam dan memberikan upah kepada pembekamnya.” (H.R.Bukhori, Muslim dan Ahmad).
Pada prinsipnya terdapat kesepakatan di kalangan para sahabat sebelum kedatangan beberapa orang seperti Hasan Basri dan Abu Bakar al-Ashom, Ibnu Kisan, Ismail bin Aliyah, Qosyani dan Nahroni. Ijarah ini dibolehkan karena manusia memerlukan akad semacam ini dalam kehidupan muamalah mereka.
Rukun Ijaroh
1. Mu’jar ( Orang / barang yang diupah/disewa).
2. Musta’jir ( Orang yang menyewa/ mengupah)
3. Shighot ( Ijab dan qobul).
4. Upah dan manfaat.
Kaidah-Kaidah dalam Ijaroh :
* Semua barang yang dapat dinikmati manfaatnya tanpa mengurangi substansi barang tersebut, maka barang tersebut dapat disewakan.
* Semua barang yang pemanfaatannya dilakukan sedikit demi sedikit tetapi tidak mengurangi substansi barang itu seperti susu pada unta dan air dalam sumur dapat juga disewakan.
* Uang dari emas atau perak dan tidak dapat disewakan karena barang-barang ini setelah dikonsumsi menjadi hilang atau habis.
Syarat Ijaroh :
* Baik Mu’jar atau musta’jir harus balig dan berakal.
* Musta’jir harus benar-benar memiliki barang yang disewakan itu atau mendapatkan wilayah untuk menyewakan barang itu.
* Kedua pihak harus sama-sama ridho menjalankan akad.
* Manfaat yang disewakan harus jelas keadaannya maupun lama penyewaannya sehingga tidak menimbulkan persengketaan.
* Manfaat atau imbalan sewa harus dapat dipenuhi secara nyata dan secara syar’i. Misalnya tidak diperbolehkan menyewakan mobil yang dicuri orang atau perempuan haid untuk menyapu masjid.
* Manfaat yang dapat dinikmati dari sewa harus halal atau mubah karena ada kaidah ” menyewakan sesuatu untuk kemaksiatan adalah haram hukumnya”.
* Pekerjaan yang diupahkan itu tidak merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh orang yang diupah sebelum terjadinya akad seperti menyewa orang untuk sholat.
* Orang yang diupah tidak boleh menikmati manfaat karena pekerjaannya. Tidak boleh pengupahan (ijaroh) terhadap amalan-amalan thoat.
* Upah harus berupah harta yang secara syar’i bernilai.
* Barang yang disewakan tidak cacat yang dapat merugikan pihak penyewa..
Berakhirnya akad ijaroh :
* Salah satu pihak meninggal dunia (Hanafi); jika barang yang disewakan itu berupa hewan maka kematiannya mengakhiri akad ijaroh (Jumhur).
* Kedua pihak membatalkan akad dengan iqolah.
* Barang yang disewakan hancur atau rusak.
* Masa berlakunya akad telah selesai.
Direktur Pemasaran Al Ijarah Efrinal Sinaga mengatakan pertumbuhan aset tersebut seiring dengan target penyaluran pembiayaan baru tahun ini yang dipatok dapat menembus Rp1 triliun dari realisasi tahun lalu Rp200 miliar.
“Booking kami atau penyaluran pembiayaan baru kami tahun lalu Rp200 miliar, tahun ini kami targetkan Rp1 triliun sehingga aset diharapkan bisa naik jadi Rp400 miliar,” katanya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Pada tahun lalu, dia mengatakan laba bersih sebelum audit yang dibukukan perusahaan tercatat naik menjadi Rp5,4 miliar dari tahun sebelumnya Rp4,3 miliar.
Al Ijarah adalah multifinance syariah yang berdiri pada Desember 2006, mulai beroperasi pada 27 Agustus 2007.
Modal awal sebesar Rp105 miliar yang diberikan sama rata dari tiga lembaga keuangan yakni Bank Muamalat Indonesia, Bank Boubyan Kuwait, dan Alpha Lease and Finance Holding BSC, Kerajaan Bahrain. (hwi)
Source: bisnis online, http://agamadanekologi.blogspot.com/, 1. Al Jawi, Shiddiq. Kerjasama Bisnis (Syirkah) Dalam Islam. Majalah Al Waie 57 2. An Nabhani, Taqiyuddin. 1996. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif. Surabaya: Risalah Gusti.3. Abu Bakr Jabr Al Jazairi, Ensiklopedia Muslim, Minhajul Muslim, Penerbit Buku Islam Kaffah, Edisi Revisi, 2005.
0 komentar:
Posting Komentar