Materi
Kajian Pertanian Syariah (KAPAS)
“Potensi Zakat dan Wakaf serta Pemanfaatannya dalam Sektor Pertanian”
oleh: Islamic Agri-Economist Forum
(IAEF)
A. Potensi Zakat
dan Wakaf di Indonesia
Zakat dan wakaf merupakan
istrumen jaminan sosial dalam ekonomi Islam. Perbedaan antara keduanya,
terdapat pada hukum dan penyalurannya. Sebagai rukun Islam yang ketiga, zakat
menjadi fondasi penting dalam Islam dan wajib ditunaikan bagi setiap muslim
yang telah mencapai nishab (batas harta) tertentu untuk kemudian disalurkan
kepada 8 ashnaf. Sedangkan wakaf hukumnya mandhub
(sunah), akan tetapi sifatnya kekal atau tidak boleh hilang wujud dan nilainya,
sedangkan penyalurannya digunakan untuk kepentingan umat.
Gambar
1. Data Perolehan Zakat nasional
BAZNAS dan LAZ di seluruh
Indonesia
|
Sebagai
negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, Indonesia memiliki potensi
zakat dan wakaf yang sangat besar. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Firdaus, dkk (2011), potensi zakat di Indonesia
mencapai 217 Triliun, akan tetapi pada tahun
2013,
BAZNAS baru mampu menghimpun satu persen dari potensi zakat yang ada
(lihat gambar). Sedangkan
untuk penyalurannya, zakat yang telah terhimpun tersebut, disalurkan untuk
berbagai keperluan konsumtif dan dalam bentuk kegiatan produktif bagi 8 ashnaf.
Begitu halnya dengan
wakaf, wakaf dibagi menjadi dua macam yaitu wakaf tunai dan wakaf tanah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mustafa dan Hasanah dalam Medias
(2013), potensi wakaf tunai di Indonesia pertahunnya bisa mencapai 3 Milyar.
Sedangkan untuk wakaf tanah, data Subdit Sistem Informasi Wakaf, Kementerian Agama
menunjukkan bahwa pada tahun 2012, luas tanah wakaf di Indonesia mencapai
3.492.045.373,754 m2 atau seluas hampir lima kali lipat dari luas
keseluruhan negara Singapura yang tersebar di 420.003 lokasi di seluruh wilayah
Indonesia. Pengurus Badan Wakaf Indonesia (BWI) Divisi Pembinaan
Nazhir pusat, Jafril Khalil menyatakan bahwa wakaf dalam bentuk tanah di
Indonesia sekitar 79 persen masih bersifat non produktif yang hanya digunakan untuk fasilitas ibadah dan pendidikan saja.
Belum terlihat pemanfaatan lebih optimal secara multifungsi terutama
kemanfaatan ekonomis.
B.
Lembaga-Lembaga Zakat dan Wakaf di Indonesia
Untuk menghimpun dan mengelola
potensi zakat dan wakaf, tentu diperlukan peran lembaga yang menjadi
perpanjangan tangan dari pemerintah suatu negara yang pada dasarnya
berkewajiban untuk menjalankan tugas tersebut (Q.S. At-Taubah: 103). Di
Indonesia, ada sekitar 30 lembaga yang fokus pada zakat yang juga menawarkan
berbagai layanan untuk menghimpun dan mengelola wakaf (sumber: FOZ).
C. Pemanfaatan
Zakat dan Wakaf dalam Sektor Produktif
Berdasarkan amanat UU No. 23 Tahun 2011, dijelaskan
bahwa dana zakat dapat didistribusikan pada dua jenis kegiatan besar, yakni
kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif dan produktif. Kegiatan konsumtif
adalah kegiatan yang berupa bantuan sesaat untuk menyelesaikan masalah yang
bersifat mendesak dan langsung habis setelah bantuan tersebut digunakan.
Sementara kegiatan produktif adalah kegiatan yang diperuntukkan bagi usaha
produktif yang bersifat jangka menengah-panjang. Dampak dari kegiatan produktif
ini umumnya masih bisa dirasakan walaupun dana zakat yang diberikan sudah habis
terpakai. Lebih jauh lagi, pendayagunaan dana zakat
diutamakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dasar bagi para mustahik zakat,
seperti makanan, kesehatan, dan pendidikan. Apabila kebutuhan tersebut sudah
dipenuhi atau terdapat kelebihan, alokasi dapat diperuntukkan bagi kegiatan
usaha yang produktif melalui program pemberdayaan atau kegiatan yang
berkesinambungan. Klasifikasi pendistribusian dana zakat ini digambarkan pada
Gambar 2.
Gambar 2. Bagan Pendayagunaan Zakat
Pengelolaan zakat
bisa diintegrasikan dengan istrumen wakaf. Potensi wakaf yang besar dapat
mendukung peran zakat dalam menjalankan fungsi redistribusi ekonomi, dengan
kembali mengoptimalisasi pemanfaatan aset wakaf yang sudah termanfaatkan.
Dengan reoptimalisasi aset wakaf tersebut diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat mustahik yang juga menjadi sasaran zakat. Karena
sebagaimana lazim ditemui bahwa kemiskinan yang terjadi juga disebabkan
ketiadaan penguasaan atas faktor produksi dan sarana produksi. Maka dengan
pemanfaatan tanah wakaf sesuai dengan posisi strategisnya untuk dikembangkan
dengan jenis usaha yang potensial akan banyak membantu para mustahik zakat.
Banyak jenis usaha yang prospektif dapat dikembangkan diatas tanah wakaf yang
telah ada. (lihat tabel)
Tabel 1. Kategorisasi Tanah Wakaf
Produktif Strategis dan Jenis Usaha Potensial
Kategori Tanah
|
Jenis lokasi tanah
|
Jenis usaha
|
Pedesaan
|
Tanah
persawahan
|
Pertanian
agrobisnis, tambak ikan
|
Tanah
perkebunan
|
Perkebunan,
Home Industri, Kebun wisata, dan lain-lain
|
|
Tanah
ladang
|
Palawija,
Realestate, Home Industri, Peternakan
|
|
Tanah
rawa
|
Perikanan,
Tanaman Sayuran
|
|
Tanah
bukit
|
Perkebunan,
tempat wisata, penyulingan air
|
|
Perkotaan
|
Tanah
dekat jalan protokol
|
Perkantoran,
pusat perbelanjaan, apartemen, gedung pertemuan, dan lain-lain
|
Dekat
jalan utama
|
Pertokoan,
rumah sakit, rumah makan, sarana pendidikan, pom bensin, apotek, wartel,
warnet, bengkel mobil
|
|
Dekat
keramaian (pasar, terminal, dan lain-lain)
|
BPRS/BMT,
rumah makan warung, klinik, bengkel, apotek, catering, jasa penitipan, dan
lain-lain
|
|
Tepi
pantai
|
Pinggir
laut dan rawa
|
Tambak
ikan, objek wisata, kerajinan, dan lain-lain
|
Sumber: Depag,
“Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Strategis di Indonesia”, 2003
D. Pemanfaatan
Zakat dan Wakaf dalam Sektor Pertanian
Sektor pertanian sebagai
sektor penopang ketahanan pangan, hingga
kini masih menjadi sektor yang termarjinalkan. Hal ini terlihat dari beberapa
faktor, antara lain kesejahteraan petani yang masih rendah, terjadinya alih fungsi (konversi)
lahan yang mencapai 100 ribu hektar pertahunnya, agrokolonialis atau
pengusahaan lahan oleh segelintir orang tertentu, infrakstruktur yang kurang
memadai, kebijakan atau program pemerintah yang tidak sepenuhnya mampu
dinikmati oleh petani, akses pasar, pembiayaan, dan faktor-faktor lainnya.
Melalui pemanfaatan aset zakat dan wakaf, berbagai lembaga zakat dan wakaf
hingga wirausahawan sosial (sosiopreneur)
telah melakukan pemberdayaan masyarakat khususnya petani yang mayoritas masuk
dalam kategori fakir sebagai bagian
dari delapan ashnaf dan pengelola aset
wakaf (ummat). Namun, pengelolaan zakat dan
wakaf produktif khusus pertanian belum mampu berjalan optimal karena kurangnya
SDM yang berkompeten di bidangnya.
Pemanfaatan
zakat dan wakaf dalam sektor pertanian sudah menjadi tren bagi berbagai lembaga zakat dan wakaf. Beberapa lembaga atau
program pemberdayaan zakat dan wakaf yang saat ini dilakukan dalam sektor
pertanian, antara lain:
1.
Program Zakat Community Development Cimande
(BAZNAS) -
Pengembangan komunitas peternak domba.
2.
Program Indonesia Berdaya Dompet Dhuafa melalui Kampoeng
Ternak Baznas-Dompet Dhuafa Republika
- Pemberdayaan peternak melalui pemanfaatan dana zakat dan wakaf, dan Lembaga
Pertanian Sehat (LPS)
Dompet Dhuafa Republika
- Pemberdayaan kelompok petani untuk produk pertanian sehat, dan lain-lain.
3.
Program Desa Gemilang Lembaga Zakat Al-Azhar Peduli Ummat – Pemberdayaan
petani kopi di Muara Enim di Sumatera Selatan.
4.
Wakaf Jabon Yayasan
Al-Azhar -
Integrasi pemanfaatan wakaf berupa jabon dan tanah wakaf yang bisa
diproduktifkan.
5.
Wakaf Pesantren
Darussalam Gontor
- Wakaf tanah pertanian dan perkebunan, dan program-program lainnya.
Berbagai
penelitian telah menunjukkan bahwa pemberdayaan zakat dan wakaf telah mampu
meningkatkan kesejahteraan petani. Dalam skripsinya yang berjudul “Strategi
Pemasaran Kampoeng Ternak Baznas Dompet Dhuafa Republika”, Ihsan (2007)
menjelaskan bahwa program “Tebar 999 hewan kurban” yang dilakukan oleh Dompet
Dhuafa Republika dan Baznas melalui penebaran hewan ternak telah memberikan
manfaat dalam bentuk daging kurban dan manfaat ekonomi melalui sistem bagi
hasil atas pemeliharaan hewan ternak pada petani atau peternak lokal.
Lain
halnya yang dijelaskan oleh Irfan (2005) dalam tulisannya, “Pengelolaan Wakaf
Di Pondok Modern Gontor Ponorogo: Menjaga Kemandirian Civil Society”
menunjukkan bahwa pengelolaan wakaf yang dilakukan oleh Badan Wakaf Pondok
Modern dalam kegiatan produktif terhadap
tanah wakaf seluas 320 ha cukup berhasil, pengelolaan dilakukan dengan menggarap sawah dan
perkebunan cengkeh dengan sistem bagi hasil (mudharabah) dan sewa-menyewa (ijarah).
Dari hasil penggarapan sawah tersebut, pada tahun 2004, selama satu masa tanam,
diperoleh 350 juta dari sistem bagi hasil dan 78 juta dari sewa, total
perolehan sebesar 428 juta. Selain sawah, Yayasan juga mengelola kebun cengkeh
yang terletak di Jombok dan Pule Trenggalek. Pada tahun 1983 pohon cengkeh ini
menghasilkan 1000 kg cengkeh senilai 7 juta 7 ratus ribu. Dari pengelolaan
tanah wakaf untuk kegiatan produktif mampu menjadi sumber penghasilan bagi
petani penggarap ataupun nadzir. Penghasilan dari pengelolaan tanah wakaf
tersebut sebagian besar disalurkan untuk mengembangkan pendidikan di Pondok
pesantren dalam bentuk beasiswa bagi santri siswa ataupun mahasiswa dan gaji
untuk guru.
Output atau Tujuan yang ingin
Dicapai dalam Kajian
1.
Mensosialisasikan
bahwa instrumen zakat dan wakaf bisa menjadi solusi bagi masyarakat dhuafa,
khususnya petani Indonesia yang masih didominasi oleh petani dengan pendapatan
dibawah 2 dollar perharinya (standar garis kemiskinan World Bank).
2.
Mensosialisasikan
bahwa potensi zakat dan wakaf di Indonesia sangat besar dan membutuhkan pengelolaan
yang baik dalam sektor produktif khususnya pertanian, dan ini menjadi bagian
dari peran mahasiswa pertanian.
3.
Memberikan
inspirasi bagi peserta, terkait penelitian, ide skripsi atau tulisan, dan
utamanya bagaimana mengaplikasikannya di masyarakat dalam bentuk pemberdayaan terhadap
petani melalui pemanfaatan dan pengelolaan dana-dana sosial umat, khususnya
zakat dan wakaf.
4.
Mendorong
peserta kajian untuk giat dalam menyalurkan zakat, infaq, sedekah, dan wakaf,
khususnya yang penyalurannya diperuntukkan guna kegiatan produktif khususnya
pertanian, seperti yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga ZIS dan wakaf
yang ada saat ini. Ini diharapkan menjadi langkah kecil kita untuk membangun
pertanian Indonesia melalui pengamalan instrumen ekonomi Islam.
0 komentar:
Posting Komentar