Sabtu, 10 Mei 2014

KAPAS 2014


Materi Kajian Pertanian Syariah (KAPAS)
 Potensi Zakat dan Wakaf serta Pemanfaatannya dalam Sektor Pertanian
oleh: Islamic Agri-Economist Forum (IAEF)
A.     Potensi Zakat dan Wakaf di Indonesia
Zakat dan wakaf merupakan istrumen jaminan sosial dalam ekonomi Islam. Perbedaan antara keduanya, terdapat pada hukum dan penyalurannya. Sebagai rukun Islam yang ketiga, zakat menjadi fondasi penting dalam Islam dan wajib ditunaikan bagi setiap muslim yang telah mencapai nishab (batas harta) tertentu untuk kemudian disalurkan kepada 8 ashnaf. Sedangkan wakaf hukumnya mandhub (sunah), akan tetapi sifatnya kekal atau tidak boleh hilang wujud dan nilainya, sedangkan penyalurannya digunakan untuk kepentingan umat.

Gambar 1. Data Perolehan Zakat nasional 
BAZNAS dan LAZ di seluruh Indonesia
Sebagai negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, Indonesia memiliki potensi zakat dan wakaf yang sangat besar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Firdaus, dkk (2011), potensi zakat di Indonesia mencapai 217 Triliun, akan tetapi pada tahun 2013, BAZNAS baru mampu menghimpun satu persen dari potensi zakat yang ada (lihat gambar). Sedangkan untuk penyalurannya, zakat yang telah terhimpun tersebut, disalurkan untuk berbagai keperluan konsumtif dan dalam bentuk kegiatan produktif bagi 8 ashnaf. Begitu halnya dengan wakaf, wakaf dibagi menjadi dua macam yaitu wakaf tunai dan wakaf tanah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mustafa dan Hasanah dalam Medias (2013), potensi wakaf tunai di Indonesia pertahunnya bisa mencapai 3 Milyar. Sedangkan untuk wakaf tanah, data Subdit Sistem Informasi Wakaf, Kementerian Agama menunjukkan bahwa pada tahun 2012, luas tanah wakaf di Indonesia mencapai 3.492.045.373,754 m2 atau seluas hampir lima kali lipat dari luas keseluruhan negara Singapura yang tersebar di 420.003 lokasi di seluruh wilayah Indonesia. Pengurus Badan Wakaf Indonesia (BWI) Divisi Pembinaan Nazhir pusat, Jafril Khalil menyatakan bahwa wakaf dalam bentuk tanah di Indonesia sekitar 79 persen masih bersifat non produktif yang hanya digunakan untuk fasilitas ibadah dan pendidikan saja. Belum terlihat pemanfaatan lebih optimal secara multifungsi terutama kemanfaatan ekonomis.

B.     Lembaga-Lembaga Zakat dan Wakaf di Indonesia
Untuk menghimpun dan mengelola potensi zakat dan wakaf, tentu diperlukan peran lembaga yang menjadi perpanjangan tangan dari pemerintah suatu negara yang pada dasarnya berkewajiban untuk menjalankan tugas tersebut (Q.S. At-Taubah: 103). Di Indonesia, ada sekitar 30 lembaga yang fokus pada zakat yang juga menawarkan berbagai layanan untuk menghimpun dan mengelola wakaf (sumber: FOZ).

C.     Pemanfaatan Zakat dan Wakaf dalam Sektor Produktif

Berdasarkan amanat UU No. 23 Tahun 2011, dijelaskan bahwa dana zakat dapat didistribusikan pada dua jenis kegiatan besar, yakni kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif dan produktif. Kegiatan konsumtif adalah kegiatan yang berupa bantuan sesaat untuk menyelesaikan masalah yang bersifat mendesak dan langsung habis setelah bantuan tersebut digunakan. Sementara kegiatan produktif adalah kegiatan yang diperuntukkan bagi usaha produktif yang bersifat jangka menengah-panjang. Dampak dari kegiatan produktif ini umumnya masih bisa dirasakan walaupun dana zakat yang diberikan sudah habis terpakai. Lebih jauh lagi, pendayagunaan dana zakat diutamakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dasar bagi para mustahik zakat, seperti makanan, kesehatan, dan pendidikan. Apabila kebutuhan tersebut sudah dipenuhi atau terdapat kelebihan, alokasi dapat diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang produktif melalui program pemberdayaan atau kegiatan yang berkesinambungan. Klasifikasi pendistribusian dana zakat ini digambarkan pada Gambar 2.
 


Gambar 2. Bagan Pendayagunaan Zakat
Pengelolaan zakat bisa diintegrasikan dengan istrumen wakaf. Potensi wakaf yang besar dapat mendukung peran zakat dalam menjalankan fungsi redistribusi ekonomi, dengan kembali mengoptimalisasi pemanfaatan aset wakaf yang sudah termanfaatkan. Dengan reoptimalisasi aset wakaf tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat mustahik yang juga menjadi sasaran zakat. Karena sebagaimana lazim ditemui bahwa kemiskinan yang terjadi juga disebabkan ketiadaan penguasaan atas faktor produksi dan sarana produksi. Maka dengan pemanfaatan tanah wakaf sesuai dengan posisi strategisnya untuk dikembangkan dengan jenis usaha yang potensial akan banyak membantu para mustahik zakat. Banyak jenis usaha yang prospektif dapat dikembangkan diatas tanah wakaf yang telah ada. (lihat tabel)
Tabel 1. Kategorisasi Tanah Wakaf Produktif Strategis dan Jenis Usaha Potensial
Kategori Tanah
Jenis lokasi tanah
Jenis usaha
Pedesaan
Tanah persawahan
Pertanian agrobisnis, tambak ikan
Tanah perkebunan
Perkebunan, Home Industri, Kebun wisata, dan lain-lain
Tanah ladang
Palawija, Realestate, Home Industri, Peternakan
Tanah rawa
Perikanan, Tanaman Sayuran
Tanah bukit
Perkebunan, tempat wisata, penyulingan air
Perkotaan
Tanah dekat jalan protokol
Perkantoran, pusat perbelanjaan, apartemen, gedung pertemuan, dan lain-lain
Dekat jalan utama
Pertokoan, rumah sakit, rumah makan, sarana pendidikan, pom bensin, apotek, wartel, warnet, bengkel mobil
Dekat keramaian (pasar, terminal, dan lain-lain)
BPRS/BMT, rumah makan warung, klinik, bengkel, apotek, catering, jasa penitipan, dan lain-lain
Tepi pantai
Pinggir laut dan rawa
Tambak ikan, objek wisata, kerajinan, dan lain-lain
Sumber: Depag, “Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Strategis di Indonesia”, 2003
D.     Pemanfaatan Zakat dan Wakaf dalam Sektor Pertanian
Sektor pertanian sebagai sektor penopang ketahanan pangan, hingga kini masih menjadi sektor yang termarjinalkan. Hal ini terlihat dari beberapa faktor, antara lain kesejahteraan petani yang masih rendah, terjadinya alih fungsi (konversi) lahan yang mencapai 100 ribu hektar pertahunnya, agrokolonialis atau pengusahaan lahan oleh segelintir orang tertentu, infrakstruktur yang kurang memadai, kebijakan atau program pemerintah yang tidak sepenuhnya mampu dinikmati oleh petani, akses pasar, pembiayaan, dan faktor-faktor lainnya. Melalui pemanfaatan aset zakat dan wakaf, berbagai lembaga zakat dan wakaf hingga wirausahawan sosial (sosiopreneur) telah melakukan pemberdayaan masyarakat khususnya petani yang mayoritas masuk dalam kategori fakir sebagai bagian dari delapan ashnaf dan pengelola aset wakaf (ummat). Namun, pengelolaan zakat dan wakaf produktif khusus pertanian belum mampu berjalan optimal karena kurangnya SDM yang berkompeten di bidangnya.
Pemanfaatan zakat dan wakaf dalam sektor pertanian sudah menjadi tren bagi berbagai lembaga zakat dan wakaf. Beberapa lembaga atau program pemberdayaan zakat dan wakaf yang saat ini dilakukan dalam sektor pertanian, antara lain:
1.      Program Zakat Community Development Cimande (BAZNAS) - Pengembangan komunitas peternak domba.
2.      Program Indonesia Berdaya Dompet Dhuafa melalui Kampoeng Ternak Baznas-Dompet Dhuafa Republika - Pemberdayaan peternak melalui pemanfaatan dana zakat dan wakaf, dan Lembaga Pertanian Sehat (LPS) Dompet Dhuafa Republika - Pemberdayaan kelompok petani untuk produk pertanian sehat, dan lain-lain.
3.      Program Desa Gemilang Lembaga Zakat Al-Azhar Peduli Ummat – Pemberdayaan petani kopi di Muara Enim di Sumatera Selatan.
4.      Wakaf Jabon Yayasan Al-Azhar - Integrasi pemanfaatan wakaf berupa jabon dan tanah wakaf yang bisa diproduktifkan.
5.      Wakaf Pesantren Darussalam Gontor - Wakaf tanah pertanian dan perkebunan, dan program-program lainnya.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa pemberdayaan zakat dan wakaf telah mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Dalam skripsinya yang berjudul “Strategi Pemasaran Kampoeng Ternak Baznas Dompet Dhuafa Republika”, Ihsan (2007) menjelaskan bahwa program “Tebar 999 hewan kurban” yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa Republika dan Baznas melalui penebaran hewan ternak telah memberikan manfaat dalam bentuk daging kurban dan manfaat ekonomi melalui sistem bagi hasil atas pemeliharaan hewan ternak pada petani atau peternak lokal.
Lain halnya yang dijelaskan oleh Irfan (2005) dalam tulisannya, “Pengelolaan Wakaf Di Pondok Modern Gontor Ponorogo: Menjaga Kemandirian Civil Society” menunjukkan bahwa pengelolaan wakaf yang dilakukan oleh Badan Wakaf Pondok Modern dalam kegiatan produktif terhadap tanah wakaf seluas 320 ha cukup berhasil, pengelolaan dilakukan dengan menggarap sawah dan perkebunan cengkeh dengan sistem bagi hasil (mudharabah) dan sewa-menyewa (ijarah). Dari hasil penggarapan sawah tersebut, pada tahun 2004, selama satu masa tanam, diperoleh 350 juta dari sistem bagi hasil dan 78 juta dari sewa, total perolehan sebesar 428 juta. Selain sawah, Yayasan juga mengelola kebun cengkeh yang terletak di Jombok dan Pule Trenggalek. Pada tahun 1983 pohon cengkeh ini menghasilkan 1000 kg cengkeh senilai 7 juta 7 ratus ribu. Dari pengelolaan tanah wakaf untuk kegiatan produktif mampu menjadi sumber penghasilan bagi petani penggarap ataupun nadzir. Penghasilan dari pengelolaan tanah wakaf tersebut sebagian besar disalurkan untuk mengembangkan pendidikan di Pondok pesantren dalam bentuk beasiswa bagi santri siswa ataupun mahasiswa dan gaji untuk guru.

Output atau Tujuan yang ingin Dicapai dalam Kajian
1.      Mensosialisasikan bahwa instrumen zakat dan wakaf bisa menjadi solusi bagi masyarakat dhuafa, khususnya petani Indonesia yang masih didominasi oleh petani dengan pendapatan dibawah 2 dollar perharinya (standar garis kemiskinan World Bank).
2.      Mensosialisasikan bahwa potensi zakat dan wakaf di Indonesia sangat besar dan membutuhkan pengelolaan yang baik dalam sektor produktif khususnya pertanian, dan ini menjadi bagian dari peran mahasiswa pertanian.
3.      Memberikan inspirasi bagi peserta, terkait penelitian, ide skripsi atau tulisan, dan utamanya bagaimana mengaplikasikannya di masyarakat dalam bentuk pemberdayaan terhadap petani melalui pemanfaatan dan pengelolaan dana-dana sosial umat, khususnya zakat dan wakaf.
4.      Mendorong peserta kajian untuk giat dalam menyalurkan zakat, infaq, sedekah, dan wakaf, khususnya yang penyalurannya diperuntukkan guna kegiatan produktif khususnya pertanian, seperti yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga ZIS dan wakaf yang ada saat ini. Ini diharapkan menjadi langkah kecil kita untuk membangun pertanian Indonesia melalui pengamalan instrumen ekonomi Islam.

 

 

0 komentar:

Posting Komentar