Sejarah membuktikan bahwa para pemikir Muslim merupakan penemu, peletak dasar, dan pengembang dalam berbagai bidang-bidang ilmu. Nama-nama pemikir Muslim bertebaran di sana sini menghiasi arena ilmu-ilmu pengetahuan. Baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. Mulai dari filsafat, matematika, astronomi, ilmu optik, biologi, kedokteran, sejarah, sosiologi, psikologi, pedagogi, sampai sastra. Termasuk juga, tentunya, ilmu ekonomi.
Sayangnya, tradisi pemikiran seperti ini tidak berlanjut sampai sekarang karena mundurnya peradaban umat Muslim hampir di segala bidang. Kemunduran ini sebagian disebabkan karena musuh dari luar, sebagian lagi disebabkan oleh sikap umat Muslim sendiri. Lama-kelamaan peradaban Muslim tidak terdengar lagi gaungnya untuk jangka waktu yang lama.
Joseph Schumpeter, dalam buku magnum opus-nya menyatakan adanya 'great gap' dalam sejarah pemikiran ekonomi selama 500 tahun, yaitu masa yang dikenal sebagai 'dark ages'. Masa kegelapan Barat itu sebenarnya merupakan masa kegemilangan umat Muslim, suatu hal yang berusaha ditutup-tutupi oleh Barat karena pemikiran ekonom Muslim pada masa inilah yang kemudian banyak dicuri oleh para ekonom Barat.
Oleh sebab itu, pemikir-pemikir ekonomi Muslim sebenarnya telah mengidentifikasi banyak konsep, variabel, dan teori-teori ekonomi yang masih relevan hingga kini. Dengan demikian, teori ekonomi islami sebenarnya bukan ilmu baru.
Oleh karena itu, sikap umat islami terhadap ilmu-ilmu dari Barat, termasuk ilmu ekonomi versi "konvensional", adalah 'la tukadzibuhu jamii'a, wala tushahhihuhu jami'a (Jangan menolak semuanya, dan jangan pula menerima semuanya). Maka ekonom Muslim tidak perlu terkesima dengan teori-teori ekonomi Barat.
Kamis, 24 Februari 2011
Ekonomi
*Karim, Adiwarman A., Ekonomi Mikro Islami, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar