Oleh : Prawito Hudoro
Program Studi Ekonomi Syariah
Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB
Bagian I : Uang, Perbankan, dan Kebijakan Moneter
Dalam kaitanya dengan Uang, Perbankan, dan Kebijakan Moneter ini yang Menjadi sorotan utama adalah apa itu makna dari riba, mengapa dilarang, dan bagaimana riba ini dapat dihapuskan dari suatu system ekonomi, upaya apa yang dapat dilakukan dalam penghapusannya, serta solusi apa yang ditawarkan setelah penghapusan riba ini. Pertanyaan-pertanyaa ini memang sudah dapat terjawab namun masih dalam tatanan belum memuaskan. Sehingga hal ini Menjadi sebuah focus yang pada saat ini masih hangat diperbincangankan.
Persoalan Riba yang Membingungkan
Persoalan yang membingungkan disini bermaksud pada apa itu definisi dari riba, bukan pada ketidak jelasan apa itu hukum riba. Sehingga pertanyaan apa itu riba kini masih saja dipertanyakan sampai saat ini. Namun terdapat kesepakatan (ijma) dikalangan mahzab fiqih yang menyatakan bahwa bunga termasuk dalam golongan riba. Namun lamanya bangsa Barat yang menduduki bansa muslim mengakibatkan melekatnya sebuah system perekonomian dengan system bunga maka ada beberapa golongan sarjana yang berargumen bahwa bunga ini harus dikaji ulang tentang masuknya kedalam golongan riba karena system bunga ini telah mengakar pada masyarakat, sehingga ketika system bunga ini tidak dijalankan maka perekonomian tidak akan berjalan. Selain itu ada pula sebagian penerjemah Al-Quran yang sudah terkenal seperti Abdullah Yusuf Ali dan Muhammad Asad menafsirkan riba sebagai usury ‘bunga yang tinggi’ dan bukan interest ‘bunga yang rendah’. Namun jika kita beranggapan bahwa interest bukanlah tergolong riba karena jumlahnya yang sedikit maka akan muncul sebuah pertanyaan yang sangat konseptual. Yaitu darimana kita dapat menentukan bunga itu tergolong rendah atau tinggi, karena dalam menentukan itu lagi-lagi akan berusuan pada bagaimana suatu Negara bergantung pada permintaan dan penawaran yang berlaku dinegaranya. Sehingga ketika hal itu terjadi meskipun pasar menetapkan bunga dalam kondisi yang tinggi maka pasar akan menerima-menerima saja.
Argumen yang digunakan untuk membolehkan interest tidak dapat menggoyahkan pendapat ahli fiqih bahwa interest pun tergolong kedalam riba. Dukungan dari para ulama pun mengiringi keputusan ini. Meskipun sampai saat ini masih saja ada yang berbeda pendapat tentang hal ini. Hal ini akan terus muncul sampai kaum muslimin dapat mendirikan alternative yang baik menggantikan bunga. Namun hilangnya system bunga saja masih belum cukup untuk membumikan system ekonmi Islam secara keseluruhan, masih diperlukan solusi-solusi yang secara kontinu deberikan kepada system perekonomian saat ini.
Alternatif
Keputusan tentang haramnya bunga menjadikan sebuah perbincangan tersendiri yang mengantarkan pada sebuah pertanyaan alternative apa yang dapat menggantikan system bunga ini. Maka munculah dalam system ekonomi Islam sebuah solusi diantaranya mudorobah (kemitraan pasif), Musyarokah (kemitraan aktif) hal ini disebut dengan model-model primer. Sedangkan model-model sekundernya adalah murobahah (cost plus service charge), ijaroh (sewa), ijaroh wa iqtina’(sewa-beli), salam (forward delivery contract), istisna (contracted production). Model-model primer didasarkan pada penyertaan modal sendiri dan reltif beresiko karena melibatkan bagi untung dan rugi dan tingkat keuntungannya tidak dinyatakan dimuka, sehingga memberikan efek negative atau positif pada akhir usaha. Model-model sekunder melibatkan kredit dan relative kurang beresiko karena bagi untung dan rugi tidak dilibatkan, tingkat kembalian positif dan dinyatakan didepan.
Rationale ‘Dasar Pemikiran’
Ketika timbul masalah dalam penerapan Syariah ekonomi Islam yang menghapuskan bunga, maka munculah beberapa profokator yang berpendapat bahwa, jika Syariat Islam sulit diterapkan mengapa harus susah-susah mengganti system bunga. Itulah anggapan dari beberapa kelompok yang menentang dihapuskannya bunga. Bahkan mereka masih saja mencari alas an bahwasanya system bunga pada zaman rosululloh memang tidak terjadi karena pada masa tersebut orang-orang yang melakukan peminjaman memang cenderung orang miskin yang fungsi peminjamanya hanya untuk konsumsi saja. Namun sekarang ini zamanya sudah berbeda, bahwa uang yang dipinjam tidak lagi dilakukan oleh orang kecil saja melainkan dilakukan oleh orang-orang yang dapat dikatakan mapan namun masih berusaha mencari tambahan dana untuk usahanya,sehingga mereka menyimpulkan bahwa system bunga sah-sah saja dilakukan.
Namun seperti apapun pembelaant terhadap bunga, tetap saja bunga itu akan memberikan efek buruk bagi para pelakunya. Islam telah memberikan solusi yang jelas untuk masalah ini. Pada surat Al-Baqarah : 275 dijelaskan”….Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…..” jadi sudah jelas bahwa pengganti bunga adalah jual beli. Adapun beberapa orang berpendapat bahwa pengambilan bunga dari transaksi boleh-boleh saja karena terjadi keuntungan pada sisi peminjam. Hal ini tidak dapat dilakukan begitu saja, bunga adalah suatu hal yang sudah ditetapkan besarnya di awal transaksi, sedangkan keuntungan jual beli tidak dapat ditentukan keuntungannya di awal. Resiko yang diterima peminjam lebih besar, sedangkan si pemberi pinjaman cenderung sedikit mendapatkan resiko. Sehingga munculah masalah ketidak adilan jika system bunga ini tetap dilaksanakan.
Mimpi dan Kenyataan
Ekonomi Islam memang memiliki harapan agar system ekonomi Islam ini dapat diterapkan dalam system Keuangan Negara secara menyeluruh. Namun pada kenyataanya terdapat sandungan-sandungan yang terjadi. Diantaranya adalah minimnya kepercayaan masyarakat awam terhadap system ekonomi Islam. Sehingga munculah sebuah solusi untuk mengislamkan masyarakatnya terlebih dahulu sebelum mengislamkan system ekonominya. Sedangkan untuk usaha memperbaiki system ekonomi dilakukan dengan cara parsial yaitu mendirikan lembaga-lembaga independen. Perbankan dan Asuransi adalah salah satu yang dibentuk dalam memperbaiki ekonomi secara parsial.
0 komentar:
Posting Komentar