Jumat, 02 November 2012

KENAIKAN BBM,KEBIJAKAN MENUJU LIBERALISASI MIGAS YANG MENYENGSARAKAN RAKYAT

Novia Trisnawulan-Department of  Economics, College of Economic and Management-Bogor Agricultural University


Sharia Economic Student Club (Share)

Indonesia, negara yang kaya akan sumber daya alamnya merupakan salah satu negara yang banyak dilirik oleh negara-negara lain. Salah satunya adalah karena kekayaan alam minyak dan gas (migas) yang melimpah di Indonesia. Kenyataannya, kelimpahan alam yang dimiliki ternyata tidak membuat rakyat Indonesia sejahtera, karena Indonesia tidak mengolah kekayaan itu sendiri. Masuklah pihak asing yang ikut berperan dalam pengolahan dan pemanfaatan sumber daya alam minyak dan gas. di Indonesia ada sekitar 60 ladang minyak (basins), 38 di antaranya telah dieksplorasi, sementara sisanya masih belum. Di dalamnya terdapat sumber daya energi yang luar biasa, kira-kira mencapai 77 miliar barel minyak dan 332 triliun kaki kubik (TCF) gas (Global Muslim Community,2012). Namun, PERTAMINA sebagai perusahaan monopoli Indonesia hanya bisa memanfaatkan 16 persen produksi minyak dalam negeri, sisanya sebanyak 84 persen produksi minyak dalam negeri dikuasai oleh pihak asing.

Isu yang sedang hangat dibicarakan saat ini adalah mengenai kebijakan pemerintah yang akan melakukan pencabutan BBM dan menaikkan harga BBM. Alasan yang dikemukakan oleh pemerintah untuk melakukan kebijakan tersebut adalah bahwa subsidi BBM yang diberlakukan sekarang adalah kurang tepat sasaran. Si kaya lah yang banyak menikmati subsidi BBM ini. Di samping itu pemerintah juga berdalih bahwa subsidi BBM terlalu membebani APBN, terlebih dengan naiknya harga minyak dunia, sehingga pemerintah berencana mencabut subsidi BBM dan menaikkan harga BBM supaya APBN bisa terselamatkan. Benarkah demikian? Mari kita mencoba untuk menganalisis alasan pemerintah tersebut.

Rakyat Indonesia sebagian besar adalah masyarakat kelas menengah, dan menengah kebawah. Hanya segelintir orang saja yang dianggap sebagai masyarakat menengah ke atas. Masyarakat kelas menengah ke bawah banyak yang berprofesi sebagai petani,nelayan, tukang angkot, tukang ojek,dsb yang dinilai miskin. Mereka itulah yang mengkonsumsi BBM bersubidi settiap harinya. Bayangkan jika subsidi BBM dicabut dan mereka harus membeli BBM seharga pertamax, apa yang bisa mereka lakukan, pastinya keadaan itu akan memberatkan bagi mereka. Jika menurut pemerintah, banyak orang kaya yang ikut menikmati BBM bersubsidi, itu memang benar, tetapi hanya segelintir orang saja. Dapat kita katakan bahwa orang kaya tersebut orang kaya yang menganggap dirinya miskin. Selanjutnya, benarkah subsidi BBM membebani APBN sehingga untuk menyelamatkannya harus melakukan pencabutan subsidi BBM? Jawabannya Tidak! Beban APBN yang ditanggung pemerintah bukan karena subsidi melainkan karena hutang. Pada saat ini, tercatat jika sejak Maret 2005, jumlah utang Indonesia mencapai Rp1,282 triliun. Angka fantastis nan bombastis tersebut, setara dengan 52 % dari produk domestik bruto. Komposisi utang itu ialah 49% persen utang luar negeri. Sementara 51 persen utang dalam negeri (Dikutip dari PesantrenVirtual.com,2012).  Setiap tahun, pemerintah harus membayar hutang, dan yang membuat hutang semakin besar adalah bunga yang terus meningkat sehingga beban APBN semakin besar. Jadi, yang membebani APBN bukan karena subsidi, melainkan hutang yang harus dibayarkan beserta bunganya. Wajar jika kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM menuai banyak protes dan penolakan, karena kebijakan ini sangat zalim, yang sudah pasti semakin menambah kesengsaraan kehidupan masyarakat, khususnya menengah ke bawah. Kebijakan ini juga merupakan kebijakan yang mengkhianati rakyat, sebab sejatinya bukan pemerintah yang mensubsidi rakyat, justru rakyat yang mensubsidi pemerintah. ladang-ladang migas adalah milik rakyat sebagai harta milik umum, namun oleh pemerintah ladang-ladang migas tersebut dikuasakan kepada swasta dan asing, sehingga kemudian pemerintah menyuruh rakyat Indonesia membeli minyaknya sendiri, dengan harga yang mengikuti mekanisme pasar. Jelas ini merupakan sebuah pengkhianatan terhadap rakyat.

Lalu, mengapa pemerintah tetap ingin mencabut subsidi dan menaikkan harga BBM? tujuannya antara lain adalah untuk merangsang masuknya investasi asing ke sektor hilir industri migas di sini. Sebagaimana yang diungkapkan Mantan Menteri (ESDM) Purnomo Yusgiantoro, "Liberalisasi sektor hilir migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas.... Namun, liberalisasi ini berdampak mendongkrak harga BBM yang disubsidi pemerintah. Sebab, kalau harga BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan masuk." Jadi, sudah jelas, bahwa pemerintah berusaha untuk meliberalkan migas, membuat kebijakan yang hanya menguntungkan asing, sedangkan rakyat dibuat menderita di negerinya sendiri.

Saat ini, subsistem hulu dari minyak Indonesia sudah banyak dikuasai oleh pihak asing. Jika kebijakan subsidi BBM dicabut dan harga BBM dinaikkan, maka subsistem hilir pun perlahan akan dikuasai oleh asing. Hal ini sudah terbukti pada saat kenaikan harga BBM yang terjadi pada tahun 2005, banyak perusahaan asing yang mendirikan SPBU di Indonesia, contohnya Shell, Petronas,dll yang mulai menyaingi Pertamina. Pihak asinglah yang sangat diuntungkan jika kebijakan tersebut dilakukan, pasalnya pihak asing akan menjual BBM dengan harga dibawah harga jual Pertamina. Otomatis, masyarakat akan lebih memilih membeli BBM di SPBU asing dengan harga yang murah dibanding dengan membeli pertamax yang mahal.

Solusi untuk permasalahan ini adalah dengan menerapkan konsep Islam. Dalam pandangan Islam, air, padang gembalaan, dan api (termasuk BBM) merupakan hak milik umum/rakyat, bukan perseorangan. Jadi, tambang minyak di Indonesia adalah milik rakyat Indonesia, bukan pemerintah ataupun swasta. Hak milik umum tersebut digunakan secara bersama-sama untuk dimanfaatkan demi kesejahteraan rakyat, tidak bisa diprivatisasi. Sebagai pemilik, rakyat berhak mengambil manfaat dari BBM tersebut untuk keperluannya. Namun, hak milik umum tersebut (BBM khususnya) perlu dieksplorasi,diolah, dan dikelola sedemikian rupa dengan proses yang tidak sederhana, maka yang terjadi di Indonesia, rakyat menyerahkannya kepada pemerintah sebagai wakil mereka untuk mengelola. Jadi, pemerintah hanya wakil rakyat, bukan pemilik, karena pemilik tetap rakyat. Yang terjadi, pemerintah malah berlaku seolah-olah sebagai pemilik bahkan penjual, dan rakyat adalah pembelinya. Pemerintah bekerjasama dengan asing menjual BBM milik rakyat kepada rakyat sendiri. Ini sesuatu yang keliru, dan lebih condong ke konsep kapitalis yang bertentangan dengan konsep syariat Islam. Dari pemaparan tersebut, dapat kita lihat bahwa sistem kapitalis hanya akan membuat rakyat menderita, karena sistem tersebut hanya berpihak pada kalangan-kalangan  tertentu, bukan pada rakyat. Sedangkan, konsep syariat Islam bertujuan untuk menyejahterakan rakyat dan tidak membuat rakyat terdzalimi. Jadi, kita harus menolak liberalisasi migas dan tegakkan syariah Islam.



0 komentar:

Posting Komentar