Novia Trisnawulan-Department of Economics, College of Economic and Management-Bogor Agricultural University
Sharia Economic Student Club (Share)
Indonesia, negara yang
kaya akan sumber daya alamnya merupakan salah satu negara yang banyak dilirik
oleh negara-negara lain. Salah satunya adalah karena kekayaan alam minyak dan
gas (migas) yang melimpah di Indonesia. Kenyataannya, kelimpahan alam yang
dimiliki ternyata tidak membuat rakyat Indonesia sejahtera, karena Indonesia
tidak mengolah kekayaan itu sendiri. Masuklah pihak asing yang ikut berperan
dalam pengolahan dan pemanfaatan sumber daya alam minyak dan gas. di Indonesia
ada sekitar 60 ladang minyak (basins), 38 di antaranya telah
dieksplorasi, sementara sisanya masih belum. Di dalamnya terdapat sumber daya
energi yang luar biasa, kira-kira mencapai 77 miliar barel minyak dan 332
triliun kaki kubik (TCF) gas (Global Muslim Community,2012). Namun, PERTAMINA
sebagai perusahaan monopoli Indonesia hanya bisa memanfaatkan 16 persen
produksi minyak dalam negeri, sisanya sebanyak 84 persen produksi minyak dalam
negeri dikuasai oleh pihak asing.
Isu yang sedang hangat
dibicarakan saat ini adalah mengenai kebijakan pemerintah yang akan melakukan
pencabutan BBM dan menaikkan harga BBM. Alasan yang dikemukakan oleh pemerintah
untuk melakukan kebijakan tersebut adalah bahwa subsidi BBM yang diberlakukan
sekarang adalah kurang tepat sasaran. Si kaya lah yang banyak menikmati subsidi
BBM ini. Di samping itu pemerintah juga berdalih bahwa subsidi BBM terlalu
membebani APBN, terlebih dengan naiknya harga minyak dunia, sehingga pemerintah
berencana mencabut subsidi BBM dan menaikkan harga BBM supaya APBN bisa
terselamatkan. Benarkah demikian? Mari kita mencoba untuk menganalisis alasan
pemerintah tersebut.
Rakyat Indonesia
sebagian besar adalah masyarakat kelas menengah, dan menengah kebawah. Hanya
segelintir orang saja yang dianggap sebagai masyarakat menengah ke atas.
Masyarakat kelas menengah ke bawah banyak yang berprofesi sebagai
petani,nelayan, tukang angkot, tukang ojek,dsb yang dinilai miskin. Mereka
itulah yang mengkonsumsi BBM bersubidi settiap harinya. Bayangkan jika subsidi
BBM dicabut dan mereka harus membeli BBM seharga pertamax, apa yang bisa mereka
lakukan, pastinya keadaan itu akan memberatkan bagi mereka. Jika menurut
pemerintah, banyak orang kaya yang ikut menikmati BBM bersubsidi, itu memang
benar, tetapi hanya segelintir orang saja. Dapat kita katakan bahwa orang kaya
tersebut orang kaya yang menganggap dirinya miskin. Selanjutnya, benarkah
subsidi BBM membebani APBN sehingga untuk menyelamatkannya harus melakukan
pencabutan subsidi BBM? Jawabannya Tidak! Beban APBN yang ditanggung pemerintah
bukan karena subsidi melainkan karena hutang. Pada saat ini, tercatat jika
sejak Maret 2005, jumlah utang Indonesia mencapai Rp1,282 triliun. Angka
fantastis nan bombastis tersebut, setara dengan 52 % dari produk domestik
bruto. Komposisi utang itu ialah 49% persen utang luar negeri. Sementara 51
persen utang dalam negeri (Dikutip dari PesantrenVirtual.com,2012). Setiap tahun, pemerintah harus membayar
hutang, dan yang membuat hutang semakin besar adalah bunga yang terus meningkat
sehingga beban APBN semakin besar. Jadi, yang membebani APBN bukan karena
subsidi, melainkan hutang yang harus dibayarkan beserta bunganya. Wajar jika
kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM menuai banyak protes dan penolakan,
karena kebijakan ini sangat zalim, yang sudah pasti semakin menambah
kesengsaraan kehidupan masyarakat, khususnya menengah ke bawah. Kebijakan ini
juga merupakan kebijakan yang mengkhianati rakyat, sebab sejatinya bukan
pemerintah yang mensubsidi rakyat, justru rakyat yang mensubsidi pemerintah.
ladang-ladang migas adalah milik rakyat sebagai harta milik umum, namun oleh
pemerintah ladang-ladang migas tersebut dikuasakan kepada swasta dan asing,
sehingga kemudian pemerintah menyuruh rakyat Indonesia membeli minyaknya
sendiri, dengan harga yang mengikuti mekanisme pasar. Jelas ini merupakan
sebuah pengkhianatan terhadap rakyat.
Lalu, mengapa
pemerintah tetap ingin mencabut subsidi dan menaikkan harga BBM? tujuannya antara lain adalah untuk merangsang masuknya investasi
asing ke sektor hilir industri migas di sini. Sebagaimana yang diungkapkan
Mantan Menteri (ESDM) Purnomo Yusgiantoro, "Liberalisasi sektor hilir
migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis
eceran migas.... Namun, liberalisasi ini berdampak mendongkrak harga BBM yang
disubsidi pemerintah. Sebab, kalau harga BBM masih rendah karena disubsidi,
pemain asing enggan masuk." Jadi, sudah jelas, bahwa pemerintah berusaha
untuk meliberalkan migas, membuat kebijakan yang hanya menguntungkan asing,
sedangkan rakyat dibuat menderita di negerinya sendiri.
Saat ini, subsistem hulu dari minyak Indonesia sudah banyak dikuasai
oleh pihak asing. Jika kebijakan subsidi BBM dicabut dan harga BBM dinaikkan,
maka subsistem hilir pun perlahan akan dikuasai oleh asing. Hal ini sudah
terbukti pada saat kenaikan harga BBM yang terjadi pada tahun 2005, banyak
perusahaan asing yang mendirikan SPBU di Indonesia, contohnya Shell,
Petronas,dll yang mulai menyaingi Pertamina. Pihak asinglah yang sangat
diuntungkan jika kebijakan tersebut dilakukan, pasalnya pihak asing akan
menjual BBM dengan harga dibawah harga jual Pertamina. Otomatis, masyarakat
akan lebih memilih membeli BBM di SPBU asing dengan harga yang murah dibanding
dengan membeli pertamax yang mahal.
Solusi untuk permasalahan ini adalah dengan menerapkan konsep Islam.
Dalam pandangan Islam, air, padang gembalaan, dan api (termasuk BBM) merupakan
hak milik umum/rakyat, bukan perseorangan. Jadi, tambang minyak di Indonesia
adalah milik rakyat Indonesia, bukan pemerintah ataupun swasta. Hak milik umum
tersebut digunakan secara bersama-sama untuk dimanfaatkan demi kesejahteraan
rakyat, tidak bisa diprivatisasi. Sebagai pemilik, rakyat berhak mengambil
manfaat dari BBM tersebut untuk keperluannya. Namun, hak milik umum tersebut
(BBM khususnya) perlu dieksplorasi,diolah, dan dikelola sedemikian rupa dengan
proses yang tidak sederhana, maka yang terjadi di Indonesia, rakyat
menyerahkannya kepada pemerintah sebagai wakil mereka untuk mengelola. Jadi,
pemerintah hanya wakil rakyat, bukan pemilik, karena pemilik tetap rakyat. Yang
terjadi, pemerintah malah berlaku seolah-olah sebagai pemilik bahkan penjual,
dan rakyat adalah pembelinya. Pemerintah bekerjasama dengan asing menjual BBM
milik rakyat kepada rakyat sendiri. Ini sesuatu yang keliru, dan lebih condong
ke konsep kapitalis yang bertentangan dengan konsep syariat Islam. Dari
pemaparan tersebut, dapat kita lihat bahwa sistem kapitalis hanya akan membuat
rakyat menderita, karena sistem tersebut hanya berpihak pada kalangan-kalangan tertentu, bukan pada rakyat. Sedangkan,
konsep syariat Islam bertujuan untuk menyejahterakan rakyat dan tidak membuat
rakyat terdzalimi. Jadi, kita harus menolak liberalisasi migas dan tegakkan
syariah Islam.
0 komentar:
Posting Komentar